SYARI’AT
ISLAM DAN KERUKUNAN
UMAT
BERAGAMA
Oleh Drs.
Taufiqurrahman, M.Pd.I
A.
Syari'at Islam
Pengertian
Syari’at Islam
Syari‟at Islam
berasal dari dua kata yaitu Syari‟at dan Islam, keduanya
berasal dari bahasa
Arab. Syari'at berarti : “jalan yang lurus, tempat yang didatangi
oleh
manusia/binatang untuk meminum airnya"(Hasbi 1975 :31-32. Disyari'atkan
berarti ditetapkan,
demikian yang dapat dipahamkan dari firman Allah:
شَسَعَ نَكُىْ يِ اندِّٚ
يَب صََّٔ بِ حًَُٕب أَنَّرِ أَ حَْْٔٛ بَُ إِنَْٛكَ ئََب صََّْٔٛ بَُ بِ إِبْسَا
ِْٛىَ ئَُ سَٕ عَِٔٛسَ
"Ditetapkan
kepada kamu apa-apa yang Kami telah wasiatkan kepada Nuh, sebagaimana juga
telah
Kami wahyukan kepadamu”.
Islam berarti:
"selamat, sejahtera dan berserah diri"(Isa Sarul 71: 28).
Karenanya setiap
Muslim dituntut oleh Syari' (Allah) untuk mengikutinya dengan
penuh kepasrahan
(tawakkal), yang tumbuh dari hati sanubarinya sebagai
perwujudan rasa
berserah diri kepada-Nya. Rasa berserah diri ini akan tampak jelas
dalam pengakuan
seorang muslim dalam shalatnya :
إِ صَلاتِٙ سََُُٔكِٙ
ئََحَْٛب ئََ بًَتِٙ لِِلَِّّ زَةِّ انْعَبنَ ًِٛ . لا شَسِٚكَ نَ بَِٔرَنِكَ أُيِسْثُ
أََٔ بََ
أَ لَُّٔ انْ سًُْهِ
ًِٛ
Artinya: "Sesungguhnya
shalatku, dan amal perbuatanku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah
Tuhan
semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya, demikianlah aku diperintahkan dan aku
termasuk
golongan orang yang berserah diri”
Dalam literatur
Islam ada dua term yang sering digunakan dalam berbicara
masalah Hukum Islam
yaitu syari‟at dan fiqh. Dalam pemakaian sehari-hari orang
sering menyamakan
arti antara syari‟at dan fiqh, padahal pengertian keduanya jauh
berbeda, dan sikap
mempersamakannya mempunyai efek yang sangat merugikan
umat Islam karena
akan menumbuhkan sikap taqlid yang mematikan kreativitas
berfikir.
Sehubungan dengan
pengertian syari'at dan fiqh dimaksud, Mahmassani
(1977: 22-26)
seorang Dosen Hukum Islam pada Fakultas Hukum Perancis di Beirut
memberikan
penjelasan sebagai berikut :
Syari'at
adalah f'irman Allah atau Syari' yang memberi faedah hukum. Atau dengan
perkataan
lain menurut para ahli ushul firman Allah yang ditujukan kepada orang-orang
mukallaf
yaitu
orang-orang yang sudah cakap bertanggung jawab hukum; ... . Atau boleh juga
dikatakan, kaedah hukum yang ditentukan oleh syari'at mengenai katentuan hukumnya
sesuatu, .... Tegasnya
bahwa
syari'at adalah hukum Allah yang disampaikan atas lisan nabi-Nya Muhammad saw.,
sedangkan
fiqh adalah ilmu untuk mengetahui masalah masalah hukum secara praktis, yang
diperoleh
dari dalil- dalil hukum perincian. Ini berarti bahwa seorang ahli fiqh
diwajiblsan
mondasarkan
segala ketentuan hukum yang diperolehnya itu atas dalil-dalil dan sumber-sumber
tempat
cara pengambilannya dengan cara pendapat dan lstidlal”
Dengan
memperhatikan pendapat di atas berarti bahwa dalam fiqh ada unsur
ijtihad, sedangkan
dalam syari'at tidak ada. Hal itu dikarenakan syari'at
bersumberkan
dalil-dalil yang jelas (qath'i), sedangkan fiqh bersumberkan dalil-dalil
yang samar
(dzonni). Menurut Hasbullah Bakry (1968: 20) tentang perbedaan antara
syari'at dan fiqh
ini yaitu :"Syari'at = Hukum Qur"an = Agama Islam murni =
Penilaiannya
absolut = Berlaku untuk segenap zaman dan tempat. Hukum Fekih =
Prestasi budaya
manusia di satu zaman dan satu tempat = Penilaiannya relatif =
Selalu in wording =
Berobah terus disesuaikan dengan kehidupan manusia".
Tujuan
Syari’at Islam
Karena manusia
adalah makhluk sosial, diperlukan ketentuan yang mengatur
hubungan antar
sesama manusia. Ketentuan yang mengaturnya itu adalah hukum.
Dengan perkataan
lain, bahwa hukum itu adalah merupakan hal yang dibutuhkan
manusia. Hal ini
terbukti dengan usaha manusia itu sendiri untuk merumuskan hukum.
Hukum ciptaan
manusia hanya terbatas untuk memenuhi ketertiban hidup manusia (comfort)
di dunia saja,
sedangkan Hukum Islam (Syari'at Islam) melangkah 1ebih jauh yaitu untuk
menciptakan
kehidupan yang tertib dan harmonis didunia maupun di akhirat kelak,
sebagaimana firman
Allah :
وابتغ في اَ اتاك الله
اىدار الأخرة ولا ت سْ صّيبل اىد يّا
Artinya: Dan
carilah dengan apa-apa yang didatangkan Allah (kepadamu) kebahagiaan hari
akhirat,
dan janganlah kamu sia-siakan untuk mendapat kebahagiaanmu (nasibmu) di dunia.
T.M.Hasbi
Ash-Shiddieqy (1975:32) menjelaskan bahwa ada lima tujuan
pokok Syari'at I s
lam yai tu: "memel ihara jiwa, memelihara akal, memelihara
keturunan
memelihara agama, dan memelihara harta". Dengan ketentuan
qishash,
terpeliharalah jiwa manusia; dengan ketentuan munakahat, maka
tarpeliharalah
keturunan; dengan ketentuan mawarits dan tata perekonomian
yang sehat, maka
terpeliharilah harta; dan dengan mengikuti ketentuanketentuan
syara‟, maka akan
terpeliharalah agama (Islam) dan aka1 manusia.
Islam
Sebagai Aqidah dan Syari’ah
Secara garis
besarnya Agama Islam itu terdiri dari tiga unsur yaitu Iman,
Islam, dan Ihsan.
Iman adalah merupakan ursur utama, jika tidak adanya Iman
unsur Islam dan
Ihsan tidak akan ada, sedang Islam adalah unsur kedua dan Ihsan
adalah unsur
ketiga. Ketiga unsur itu bersenyawa dalam Dienul Islam.
Dari ayat-ayat
Al-qur'an dan hadits-hadits akan kita temui bahwa Iman
adalah memercayai
akan Allah, Malaikat, Kitab, Rasul, Hari Akhirat, dan Qadla
Qadlar. Sedangkan
Islam adalah adanya kesaksian (pengakuan) akan ke-Esa-an
Allah dan
ke-Rasul-an Muhamraad saw, mengerjakan shalat, menunaikan zakat, mengerjakan
puasa bulan Ramadlan dan hajji. Adapun Ihsan adalah suatu perasaan
dimana Allah selalu
mengawasi manusia.
Keimanan adalah
merupakan sendi utama (aqidah), dan sebagai perwujudan
dari keimanan itu
adalah amal perbuatan (syari'ah), dan dari perpaduan antara
keduanya itu
menimbulkan sikap ihsan. Karena itu berarti bahwa Islam itu
berintikan aqidah
dan syari‟ah. Sebagaimana juga yang ditandaskan oleh Sayid
Sabiq (1974 : 15) :
Islam
adalah agama Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw, dan ia adalah
agama
yang, barintikan keimanan dan ama1 perbuatan. Keimanan itu merupakan aqidah dan
pokok
diatasnya berdiri Syari’at Islam. Keimanan dan perbuatan, atau dengan kata lain
aqidah
dan
syari’ah, keduanya itu antara yang satu dengan yang lain sambung menyambung
hubung
menghubungi
dan tidak berpisah yang satu dengan yang lainnya. Keduanya adalah sebagai
pohon
dengan buahnya sebagai musabbab dengan sababnya, atau sebagai natijah dengan
mukaddimahnya.
Tegasnya bahwa
tanpa amal perbuatan (syari'ah) keimanan tidak berarti apaapa,
sedang perbuatan
yang tidak dilandasi dengan keimanan juga akan sia-sia. Hal
ini terbukti dengan
banyaknya kata 'amal shaleh yang mengiringi kata iman dalam
ayat-ayat A1-Qur‟an,
dan memang pada hakekatnya pengertian keimanan itu sendiri
adalah menuntut
adanya amal perbuatan. Bahkan Allah sangat mengecam orangorang
yang hanya berkata
tanpa berbuat, sebagaimana firman-Nya :
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لا تَفْعَلُونَ . كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللََِّّ
أَنْ تَقُولُوا مَا لا
تَفْعَلُونَ
.
Artinya :Wahai
orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu
perbuat
? Amat besar kabencian Allah bahwa kamu mengatakan yang tidak kamu kerjakan.
B.
Kerukunan Beragama di Zaman Rasulullah
Kemerdekaan
beragama (Freedom of Religious)
Dimaksudkan dengan
kemerdekaan beragama menurut naskah Statement of
Religious liberty
(Mansoer 1980: 27) yang pernah diumumkan di Amerika pada
waktu berkecamuknya
Perang Dunia I1 ialah :
Religions
liberty shall be interpreted to include freedom in worship according to
conscience and
to
bring up children in the faith of their parents; freedom to preach, educate
publish and carry on
misssionary
activities; and freedom to organize with others, and to acquire and hold
property, for
these
porpuse.
Dalam Al-Qur‟an
Surat Al-Baqarah 256 Allah berfirman :
لا إِكْسَا فِٙ اندِّٚ
قَدْ تَبََّٛ انسُّشْدُ يِ انْغَِّٙ
Artinya:Tidak
ada paksaan untuk (memasuki.) agama (Islam) Sesungguhnva telah jelas jalan yang
benar
daripada yang salah.
Menurut riwayat
Ibnu Jurair dari Said yang bersumber dari Ibnu Abbas, asbabun
nuzul ayat diatas
adalah :
Hushain
dari Golongan Anshar suku Bani Salim yang mempunyai dua orang anak yang
beragama
Nasrani, sedang dia sendiri beragama Islam. Ia bertanva kepada Nabi saw. : "bolehkah
saya
paksa kedua anak itu, karena mereka tidak taat kepadaku, dan tetap ingin
beragama
Nasrani?",
maka turunlah ayat diatas.
Kemudian dalam
surat Al-Hajj 17 Allah berfirman :
إِ انَّرِٚ آيَ إُُ أَنَّرِٚ
بَْدُ أ أَنصَّببِئِٛ أَن صََُّبزَ أَنْ جًَُ سَٕ أَنَّرِٚ أَشْسَكُ إ إِ اللَََّّ
َٚفْصِمُ بَْٛ ىَُُْٓ َٚ
وَْٕ انْقَِٛبيَتِ إِ اللَََّّ عَهَ كُمِّ شَْٙءٍ شَ ِٛٓدٌ
Artinya: Sesungguhnya
orang-orang mukmin, orang -orang Yahudi, orang-orang Nasrani, orangorang
Shabiin
(orang-orang yang mengikuti syari’at Nabi-Nabi zaman dahulu atau orang-orang
yang
menyembah dewa-dewa,orang-orang Majusi, orang-orang musyrik, Allah memberikan
keputusan
diantara mereka dihari kiamat. Sesungguhnya Allah atas segala sesuatu menjadi
saksi
(Mengetahui).
Dalam Islam,
kemerdekaan beragama adalah merupakan salah satu azaz
dalam pengembangan
dan penyiarannya dan pemaksaan sama sekali tidak dapat
dibenarkan. Baik
itu berupa pemaksaan pisik (ancaman pisik) maupun berupa
pemaksaan mental
(pemboikotan ekonomi). Demikian konsep kemerdekaan beragama
yang diterapkan
(diajarkan) oleh Rasulullah saw. dan para pemimpin Islam
(Khulafaur
Rasyidin), bahkan terhadap para tawanan perangpun Islam tidak pernah
memaksakan mereka
untuk memeluk agama Islam, dan peperangan yang dilaksakan
Islam hakekatnya
adalah untuk mempertahankan kebebasan beragama. Karena peperangan
dilakukan adalah
terhadap mereka yang menghalangi pelaksanaan
penyiaran Islam (defensive),
bukan berupa expansive.
Oleh sebab itu
tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa Islam telah lebih
dahulu mencanangkan
kemerdekaan beragama, jauh sebelum di kumandangkannya
'Statement
of Religious Liberty'. Karena itu, sungguh Islam adalah agama yang sangat
cocok untuk manusia
yang berakal sehat.
Persamaan
derajat manusia (Equality)
Disamping
memproklamirkan kemerdekaan beragama, Islam juga
memproklamirkan
persamaan derajat manusia. Tidak ada perbedaan antara
pimpinan dengan
yang dipimpin; antara Kepala Negara dan Rakyat Jelata; juga
tidak ada perbedaan
antara bangsa Kulit Putih dengan bangsa Kulit Hitam. Manusia
secara
keseluruhannya adalah makhluk Allah, yang diciptakan-Nya dari asal yang
satu yaitu Nabi
Adam as., hanya ketaqwaan jua yang membedakan manusia disisi-
Nya, sebagaimana
firman Allah:
َٚب أَُّٚ بَٓ ان بَُّسُ
اتَّقُ إ زَبَّكُىُ انَّرِ خَهَقَكُىْ يِ فََْسٍ أَحِدَةٍ خََٔهَقَ يِ بَُْٓ شَ جَْٔ
بَٓ بََٔثَّ يِ ب زِجَبلا
كَثِٛسًا سَََِٔبءً
Artinya: Hai sekalian
manusia, bertaqwalah kepada Tuhan mu yang te1ah menjadikan
kamu
dari seorang diri, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan dari
keduanya
Allah
memperkembang-biakkan 1aki-laki dan perempuan yang banyak
َٚب أَُّٚ بَٓ ان بَُّسُ
إِ بََّ خَهَقْ بَُكُىْ يِ ذَكَسٍ أَُٔ ثََْ جََٔعَهْ بَُكُىْ شُعُ بًٕب قََٔبَبئِمَ
نِتَعَبزَفُ إ إِ أَكْ سَيَكُىْ عِ دَُْ
اللََِّّ أَتْقَبكُىْ
إِ اللَََّّ عَهِٛىٌ
خَبِٛسٌ
Artinya: Hai
sekalian manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu
saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah
orang
yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengena1.
Jika Allah sebagai
Zat Yang Maha Tinggi memandang semua manusia sama, hanya
ketaqwaan yang
membedakannya, maka sungguh sangat tak logis jika manusia
mengadakan
pengkotak-kotakan sendiri antar sesamanya. TM. Hasbi Ash-
Shiddieqy, dalam
tulisannya menjelaskan (1977: 47):
...manusia
semuanya dalam Syari'at Islam sama rata walaupun mereka berbeda-beda bangsa
dan
kabilah, sama rata dalam menghadapi hak, sama rata dalam memikul kewajiban,
sama rata
dalam
bertanggung jawab. Semua mereka dalam hal yang demikian sama dengan gigi sisir
tidak
panjang
yang satu dari yang lain dan tidak kurang yang satu dari yang lain.
Dengan
prinsip persamaan dimaksud, Syari'at Islam tidak membenarkan untuk
memprkosa hak orang
lain untuk menentukan dan memilih agama yang akan
dianutnya. Karena
itu sungguh tepat sekali apa yang dinyatakan oleh Khalifa Abdul
Hakim dalam
tulisannya (1953: 208) :
The
foundanental of the constitution shall guarantee equal civil liberties to alll
subjects. All Non
Moslem
religious comunities shall have the right to get their cases decided according
to their
personal
law, if they do not violate elementary human right.
Maksudya: Yang
paling mendasar dari pada konstitusi (Islam) adalah menjamin
persamaan dan
kemerdekaan warga negara dalam segala bidang. Semua warga
negara yang Non
Muslim diberikan hak untuk menyelesaikan perkara-perkara
diantara mereka
menurut hukum perseorangan (personal law) mereka sendiri,
sepanjang mereka
tidak melanggar nilai-nilai dasar hak azazi manusia.
Toleransi
beragama (Tolerance of Religious)
Toleransi beragama
dalam Islam ditegakkan atas dasar kemerdekaan
beragama, persamaan
dan keadilan. Rasulullah saw, telah meletakkan toleransi
beragama sebagai
salah satu prinsip dari Negara Islam yang didirikannya setelah
hijrah, ke Madinah
(Yatsrib). Tiga agama besar saat itu Yahudi, Nasrani dan Majusi
(Zaroaster) telah
mendapat pengakuan hak-haknya dari pemerintahan Islam saat
itu.
Terhadap agama
Nasrani tercermin dari tindakan Rasulullah saw. mengirim
dan menerima utusan
dari berbagai Raja dan Kabilah, dalam rangka pertukaran
pendapat masalah
agama. Terhadap agama Majusi, Rasulullah telah memberikan
pengakuan kepada
seorang Kepala Pedupaan sucinya Farrukh putera Syakhsan
demikian pula telah
diberikan perlindungan terhadap pemeluk agama Majusi.
Terhadap golongan
Yahudi, pengakuan hak-haknya dapat dilihat dalam naskah
proklamasi Negara
Islam Pertama :
...
Pasal 25 sampai 35 (11 pasal) membuat pengakuan hak-hak warganegara untuk
berbagai
suku
bangsa Yahudi, walaupun pada waktu pernyataan proklamasi ini belum ikut
memberi:kan
kesetiaannya.
Diakui pula hak kebebasan mereka untuk memeluk dan menjalankan ajaran-ajaran
agamanya,
kecuali kalau mengganggu ketertiban umum. tiap-tiap pelanggaran atas ketertiban
umum
berarti memanggil kerusakan atas dirinya dan atas keluarganya (Ahmad: 79)
C.
Islam Dan Kerukunan Umat Beragama
Ditinjau
dari segi Aqidah
Inti dari aqidah
Islam adalah mempercayai adanya Allah sebagai satusatunya
Tuhan semesta alam,
dan sebagai satu-satunya tempat mengabdikan diri.
Dengan perkataan
lain bahwa secara teoritis iman berarti pengakuan, dan secara
praktis berarti
penghayatan dan pengamalan, sebagaimana yang dijelaskan oleh para
ahli :
اىقوه باىيسا وتصديق
بالج اْ واىع َو بالأرما ”Diikrarkan dengan lidah, dibenarkan dengan hati,
dan diamalkan dengan anggota”
Sehubungan dengan
itu dapatlah dijelaskan bahwa iman dengan pengucapan
(lisan) tapi tidak
dibenarkan oleh hati (dihayati) serta tidak diamalkan adalah iman
yang semu, dan
itulah imannya kaum munafiq, sebagaimana dijelaskan dalam Al-
Qur‟an :
إَِٔذَا قِٛمَ نَ ىُْٓ
آيِ إُُ كَ بًَ آيَ ان بَُّسُ قَبنُ إ أَ ؤَُْيِ كَ بًَ آيَ انسُّفَ بَٓءُ أَلا إِ
ىََُّْٓ ىُُْ انسُّفَ بَٓءُ نََٔكِ لا َٚعْ هَ
Artinya : Dan jika
mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan : “Kami
beriman”.
Dan bila mereka kembali dengan syetan-syetan (sekutu-sekutu mereka, mereka
mengatakan
: “Sesungguhnya
kami sependirian dengan kamu, kami hanya berolok-olok”. (Q.S. Al-Baqarah : 13)
Sehubungan dengan
masalah keimanan ini Barmawie Umarie (1967: 10-11)
menjelaskan : Iman
tidaklah berarti percaya atau tidak membantah, tetapi iman pada
hakekatnya adalah
combinatie dari „Athifah, Fikriyah dan Iradah yang
menggerakkan hati
untuk mengerjakan kebaikan yang memberikan kemaslahatan
bagi individu dan
collective. Jadi iman yang murni, original dan asli adalah: iqrar,
tashdieq, dan amal.
Bila tidak demikian iman tersebut adalah imitasi.
Oleh sebab itu
segala bentuk pengintegrasian aqidah Islam dengan aqidah
agama-agama lainnya
adalah haram. Karenanya segenap upaya yang menjurus
kepada pengrusakan
aqidah (integrasi aqidah) juga adalah haram, sesuai dengan
kaidah ushul fiqh
yang berbunyi :
ىيوسائو حن المقا صد
"Bagi
perantara sama hukum dengan tujuannya".
درؤ المفا سد قٍد عيى
جيب المصالح
”Menolak
kemafsadatan (kerusakan) didahulukan daripada mengambil mashlahat”.
Menteri Agama RI
dengan Keputusan No.70 Tahun 1978 tentang Pedoman
Penyiaran Agama,
menyatakan bahwa demi untuk memelihara kerukunan antar
umat berngama,
dilarang/tidak dibenarkan dengan cara apapun dan dalih apapun
mengajak
orang-orang yang telah menganut suatu agama untuk menganut agama
yang kita anut.
Dengan mengikuti
peraturan diatas berarti mengurangi ketegangan antar
ummat beragama di
Indonesia. Islam sama sekali tidak mengenal istilah rukun
dalam arti kompromi
(integrasi) dalam masalah aqidah, dan prinsip tersebut adalah
sejalan dengan 'Statement
of Religious Liberty' yang pernah dikumandang-kan di
Amerika.
Ditinjau
dari segi Ibadah
Pada hakekatnya
dalam Islam, Ibadah tidak dapat dipisahkan dengan aqidah,
karena ibadah
tersebut adalah sebagai perwujudan (penjelmaan) daripada aqidah
(keimanan). Iman
yang tidak diiringi dengan penghayatan dan pengamalan (ibadah/
syari‟ah) adalah
iman yang palsu (imitasi).
Dengan perkataan
lain bahwa ibadah tidak dapat dipisahkan dari aqidah,
karenanya jika
pengintegrasian aqidah agama lain ke dalam aqidah agama Islam
adalah haram, maka
pengintegrasian ibadah agama lain kedalam ibadah agama
Islam juga adalah
haram (berdosa); yang dengan sendirinya, segenap usaha kearah
itu adalah juga
haram.
Karenanya segenap
usaha ke arah tersebut, mutlak harus dibendung. Ibadah
berkaitan erat
dengan aqidah, sedang aqidah adalah the foundamental principal dari
ajaran Islam maka
segala bentuk usaha atau perbuatan pengintegrasian ibadah
agama lain ke dalam
ibadah agama Islam dengan dalih dan alasan apnpun tidak
dapat dibenarkan
dan hukumnya adalah haram. Allah berfirman :
قُمْ َٚب أَُّٚ بَٓ انْكَبفِسُ
)( لا أَعْبُدُ يَب تَعْبُدُ )( لَٔا أَ تَُْىْ عَببِدُ يَب أَعْبُدُ )( لَٔا أَ بََ
عَببِدٌ يَب
عَبَدْتُىْ )( لَٔا أَ
تَُْىْ عَببِدُ يَب أَعْبُدُ )(نَكُىْ دِٚ كُُُىْ نََِٔٙ دِٚ )(
Artinya: Katakanlah
:"`Hai orang-orang kafir ! aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
Dan
kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi
penyembah
apa yang kamu sembah. Dan kami tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan
yang
aku sembah. Untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku.
(Q.S.
Al-Kafirun : 1-6)
Ditinjau
dari segi Muamalah
Islam adalah
proklamator pertama hak azazi manusia (The first declarator of
Human
Right), untuk rahmat seluruh alam. Islam datang untuk mangembalikan
nilainilai
insani, bukan
menghancurkannya. Islam datang untuk perdamaian abadi, bukan
untuk permusuhan
dan pertentangan. Islam datang untuk persatuan, bukan
untuk perpecahan
dan pertikaian. Islam datang untuk mendorong dan merangsang
kemajuan, bukan
penghambat kemajuan, Islam datang untuk kesejahteraan, bukan
untuk kehancuran.
Karena Islam memang agama yang sejalan dengan kehidupan
manusia.
Dalam hal-hal yang
berkenaan dengan sosial kemasyarakatan, baik dalam
Al-Qur‟an maupun
da1am al-Hadits hanya memberikan ketentuan yang bersifat
umum tidak seperti
halnya yang berkenaan dengan aqidah dan ibadah (terperinci).
Hal itu bukanlah
berarti Islam tidak sempurna, justeru disinilah letak kesempurnaan
Islam. Sebab hal
yang berkenaan dengan sosial kemasyarakatan selalu dan akan
terus berkembang
sesuai dengan tingkat pemikiran dan peradaban manusia. Dengan
Ilmu-Nya, Allah
menurunkan syari'at-Nya dengan tidak kaku dan dapat mengikuti
segenap
perkembangan dan kemajuan masyarakat.
Allah ciptakan
langit dan bumi untuk manusia seluruhnya, dan manusia
diberi-Nya akal
sebagai modal dasar dan diturunkannya wahyu sebagai pedoman.
Ajaran Islam
menuntut agar manusia (Muslim) bersifat dinamis, kreatif, dan
progressif, yang
selalu ingin maju dan berkembang. Da1am sebuah filrman-Nya
Allah menandaskan :
َٚب يَعْشَسَ انْجِ أَلإ
سَِْ إِ اسْتَطَعْتُىْ أَ تَ فُُْرُ أ يِ أَقْطَبزِ انسَّ بًَ أَثِ أَلأزْضِ فَب
فَُْرُ أ
لا تَ فُُْرُ إِلا بِسُهْطَب
Artinya: Hai jamaah Jin dan Manusia, jika kamu sanggup (melintasi) penjuru
langit dan bumi,
maka
lintasilah, kamu tidak, dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.
(Q.S. Ar-Rahman :
33)
Dengan faraidl,
Islam merangsang manusia, untuk mempelajari matematika;
dengan Ilmu Hisab,
Islam merangsang manusia untuk mempelajari tata surya.
Keberhasilan
Rasulullah saw, mempersatukan dan merobah masyarakat Arab
Jahiliyah menjadi
masyarakat Ilahiyah, memberikan contoh kepada manusia tentang
kepemimpinan (leadership
dan management), dan politik, bagaimana sebaiknya
memerintah dan
mendirikan negara. Karena itu sungguh tepat sekali jika dikatakan
bahwa Islam adalah
motivator kemajuan, dan Al-Qur‟an adalah soko guru Ilmu
Pengetahuan,
sebagaimana firman Allah :
نََٔ أَ بًَََّ فِٙ الأزْضِ
يِ شَجَسَةٍ أَقْلاوٌ أَنْبَحْسُ َٚ دًُُّ يِ بَعْدِ سَبْعَتُ أَبْحُسٍ يَب فََِدَ
ثْ كَهِ بًَثُ اللََّّ
Artinya :Meskipun
semua kayu-kayuan di bumi dijadikan pena, dan semua lautan dijadikan tinta,
untuk
menuliskan apa-apa yang dalam Al-Qur’an, kemudian ditambahkan tujuh lautan
lagi,
niscaya
akan habislah tintanya sebelum selesai penulisannya.
Jika masalah
muamalat adalah hal yang mengatur hubungan antar sesama manusia
sedang nash-nash
yang mengaturnya sangat terbatas dan hanya berupa ketentuan
umum saja, sedang
menurut azaz Hukum Islam bahwa segala sesuatu yang tidak ada nash padanya maka
hukumnya adalah mubah.
Dengan kondisi
masyarakat Indonesia yang berwajah majemuk dan berada
dalam masa transisi
dari alam tradisional ke alam modern, mengakibatkan banyak
terjadi perubahan
sosial. Kemudian dihubungkan dengan kenyataan bahwa proses
imitasi dalam
interaksi sosial terus berjalan;“keadaan yang ambivalen sabagai dua
moral force yang
saling menarik dan berlawanan secara diametral, yaitu jiwa sentris
yang bergaya
kebatinan dan materi sentris yang berpola konsumsi mewah”( Sukanto
1978: 33); maka
umat Islam Indonesia dituntut untuk lebih jeli menatap perubahanparubahan
sosial yang terjadi
serta bersikap lebih selektif dalam mengadaptir nilainilai
untuk selanjutnya
mengaktualisasakan nilai-nilai Islam.
Karena Islam
menginginkan modernisasi yang utuh yakni pengembangan
dibidang material
yang diimbangi dengan ketaqwaan. Sehingga akan terciptalah
masyarakat adil dan
makmur yang diridlai Allah. Perimbangan unsur Ilahiyah
dan unsur Insaniyah
dengan implikasi harmonis, akan membawa kepada
modernisasi yang
utuh, itulah ciri modernisasi Islam. Allah berfirman :
فإذا قضيت اىصلاة فا
تّشروا في الأرض وابتغوا فضو الله.
(Apabila
kamu telah menunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi untuk
mendapatkan
karunia (keutamaan Allah). (Q.S. Al-Jumu’ah : 10)
Prinsip perimbangan
ini adalah sejalan dengan tujuan Allah menciptakan
manusia yakni
sebagai pemegang kepercayaan ( wakil) Allah untuk mengolah dan
mengurus bumi
(untuk comfort) didunia yakni sesuai dengan kehendak Allah.
Pengintegrasian
ajaran sosial kemasyarakatan (muamalah) dari luar Islam dapat
dibenarkan
sepanjang tidak merusak perimbangan unsur Ilahiyah dan unsur
Insaniyah dan nilai
kemanusiaan (Moralitas Islam) baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Sehubungan dengan
itu dalam pergaulan sehari-hari antar sesama pemeluk
agama di Indonesia,
sesuai dengan prinsip toleransi dan kemerdekaan beragama,
Ummat Islam
Indonesia dituntut untuk menghormati pemeluk agama lainnya.
Dengan prinsip
saling menghormati antar sesama pemeluk agama ini, tentu
kehidupan sosial
kemasyarakatan akan berjalan dengan harmonis dan kondusif.
Sehingga kerukunan
hidup umat beragama dapat terpelihara dan berjalan dengan
baik. Kondisi ini
adalah merupakan sumbangan yang cukup berarti dari umat
beragama (Islam)
bagi kelangsungan pembangunan nasional.
Menurut
Pendapat Sendiri :
Memahami agama haruslah
memahami ajaran/pemahamnya. Semua agama mengklaim sebagai "kebenaran
sesungguhnya ( kebenaran sejati)".
Padahal kebenaran di dunia ini kita bagi menjadi 3 kelompok.
1. Kebenaran pribadi (individual).
2. Kebenaran kelompok (group) dimana hal ini kebenaran pribadi diikuti banyak orang(penganut/pengikut).
3. Kebenaran umum (universal) yang sejati. dengan kriteria sbb:
a. ajaranya berguna untuk diri sendiri
b. berguna untuk yang lain.
c. tidak merugikan diri sendiri
d. tidak merugikan yang lain.
Kita mau ikut yang mana? Apakah Kebenaran yang dipropagandakan
memenuhi 4 kriteria yang tersebut diatas?. Bacalah semua "kitab suci(?)" yang ada, apakah memenuhi 4 kriteria tsb.
Padahal kebenaran di dunia ini kita bagi menjadi 3 kelompok.
1. Kebenaran pribadi (individual).
2. Kebenaran kelompok (group) dimana hal ini kebenaran pribadi diikuti banyak orang(penganut/pengikut).
3. Kebenaran umum (universal) yang sejati. dengan kriteria sbb:
a. ajaranya berguna untuk diri sendiri
b. berguna untuk yang lain.
c. tidak merugikan diri sendiri
d. tidak merugikan yang lain.
Kita mau ikut yang mana? Apakah Kebenaran yang dipropagandakan
memenuhi 4 kriteria yang tersebut diatas?. Bacalah semua "kitab suci(?)" yang ada, apakah memenuhi 4 kriteria tsb.
Masing-masing punya pendapat, gagasan dan kepercayaannya
masing-masing. mau yang dipercaya siapa saja
tidak masalah, yang penting itu tetap menjalankan kebajikan kebaikan.
semua agama adalah baik, hanya manusianya saja yang mengotori dan bahkan
menginjak-nginjak ajarannya sendiri
kalau dengan menjelekkan ajaran agama orang lain. Bangsa Indonesia adalah
bangsa yang berbeda Suku, Agama, Ras. sama diantara perbedaan SARA kita harus
menghargai, menghormatinya. masalah TUHAN atau BUDHA atau apa lah~ ga usah
dipersoalkan. karena bicara keyakinan itu tidak semudah yang kita bicarakan.
KEYAKINAN hanya hati kita yang merasakan. Yakin dan percaya pada TUHAN atau
BUDDHA tapi tidak menjalankan yah sama saya. harap jgn membicarakan
kerpercayaan agama lain yang tidak berhubungan dengan budhis. klo Buddha tidak
menbicarakan mengenai ajaran agama lain (Yang menyembah Tuhan) lebih baik kita
juga tidak usah mengeluarkan karangan/cerita
yang berhubungan dengan Agama lain.
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
Alamsyah Ratu
Perwiranegara, "Di Dalam Negara Pancasila Agama Akan Berkembang
Subur", Gema,
No.6 Tahun ke-II Juli/Agustus 1981 (Majalah Bulanan Depag).
Barmawie Umarie, Materia
Akhlak, CV. Pamadhani, Semarang, 1967.
Hasbullah Bakry, Problematik
Hukum Islam Dan Negara Islam, Wiwijaya, Jakarta, 1968.
Khalifa Abdul
Hakim, Islamic Ideologi, The Institute of Islamic Culture, Lahore, tanpa
tahun.
Muhammad Asad
(Leopold Weis), Undang Undang Politik Islam, Terj.Oemar Amir Hoesin
dan Amiruddin
Djamil, Pustaka, Jakarta, tanpa tahun,
Muhammad
Hamidullah, The Moslem Conduct of State, Shaikh Muhammad Ashraf, Lahore,
tanpa tahun.
M. Isa Sarul,
"Pengantar Ilmu Fikih". Al-Fatah, No.2 Tahun ke-II, Januari
1971.
Oesman Mansoer, Islam
Dan Kemerdekaan Beragama, CV. Nur Cahaya, Yogyakarta, 1980.
Qamaruddin et.al., Asbabun
Nuzul, Latar Belakang Historis Turunnya Ayat Ayat Al-Qur"an, CV.
Diponegoro,
Bandung, 1975.
Sobhi Mahmassani, Filsafat
Hukum Dal am Islam, Alih Bahasa Ahmad Soedjono, PT,Al-
Maarif, Bandung,
1977.
Sayid Sabiq, Aqidah
Islam , Terjemahan Moh. Abday Rathomy, CV.Diponegoro, Bandung,
1974.
Sukanto M.M,, Orde
Tertib Hidup Beragama, CV. Ramadhani, Semarang, 1978.
T'.M.Hasbi
Ash-Shiddieqy, Falsafah Hukum Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1975.
_______________________,Hukum
Antar Golongan Dalam Fiqh Islam, Bulan Bintang,
Jakarta, 1971.
W. A. Gerungan, Psychologi
Sosial Sebuah Ringkasan, PT, Eresco, Jakarta-Bandung, 1974.
Zainal Abidin
Fikry, "Peranan Ilmu Tafsir Dalam Penggalian Hukum Islam, Al-Fatah
No.4/5 Tahun
ke-II/III, Desember 1971.
Zainal Abidin Ahmad, Membentuk
Negara Islam, Wijaya, Jakarta, 1956.
Sumber : sumsel.kemenag.go.id
www.Gunadarma.ac.id